Pages

PERBEDAAN PSIKOTERAPI DAN KONSELING

A. PSIKOTERAPI

1.1 DEFINISI PSIKOTERPI

Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, Psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran. Ada berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli tentang Psikoterapi, diantaranya :

1. Menurut Wolberg (1954), Psikoterapi adalah suatu bentuk (perawatan atau perlakuan, treatment) terhadap masalah yang timbul yang asalnya dari faktor emosi pada mana seorang yang terlatih, dengan terencana mengadakan hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah sesuatu simtom dan mencegah agar simtom tidak muncul pada seseorang yang terganggu pola perilakunya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara lebih positif.

2. Menurut Ivey & Simek-Downing (1980), Psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada struktur kepribadian.

3. Menurut Yustinus Semiun (2006), Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologisuntuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.

4. Menurut Watson & Morse (1977) Psikoterapi adalah bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.

5. Menurut Corsini (1989), Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu oran, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yyang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berfikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidaktepatan perilaku); dengan terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan, mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak sebagai terapis.

Menurut pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa Psikoterapi adalah serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang. Psikoterapi merupakan suatu interaksi sistematis antara pasien dengan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran dan perasaan pasien agar membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.

1.2 CIRI PSIKOTERAPI

Menurut Yustinus Semiun (2006), psikoterapi memiliki ciri yaitu :

1. Interaksi Sistematis
Psikoterapi adalah suatu proses yang menggunakan suatu interaksi antara kline dan terapis. Kata sistematis di sini berarti terapis menyusun interaksi-interaksi dengan suatu rencana dan tujuan khusus yang menggambarkan segi pandangan teoritis terapis.

2. Prinsip-prinsip Psikologis
Psikoterapis menggunakan prinsip-prinsip penelitian, dan teori-teori psikologis serta menyusun interaksi teraupetik.

3. Tingkah Laku, Pikiran dan Perasaan
Psikoterapi memusatkan perhatian untuk membantu pasien mengadakan perubahan-perubahan behavioral, kognitif dan emosional serta membantunya supaya menjalani kehidupan yang lebih penuh perasaan. Psikoterapi mungkin diarahkan pada salah satu atau semua ciri dari fungsi psikologis ini.

4. Tingkah Laku Abnormal, Memecahkan Masalah, dan Pertumbuhan Pribadi
Sekurang-kurangnya ada tiga kelompok klien yang dibantu oleh psikoterapi. Kelompok pertama adalah orang-orang yang mengalami masalah-masalah tingkah laku yang abnormal, seperti gangguan suasana hati, gangguan penyesuaian diri, gangguan kecemasan atau skizofrenia. Kelompok kedua adalah orang-orang yang meminta bantuan untuk menangani hubungan-hubungan yang bermasalah atau menangani masalah-masalah pribadi yang tidak cukup berat dianggap abnormal, seperti perasaan malu atau bingung mengenai pilihan-pilihan karir. Kelompok ketiga adalah orang-orang yang mencari psikoterapi karena psikoterapi dianggap sebagai sarana untuk memperoleh petumbuhan pribadi. Bagi mereka, psikoterapi adalah sarana untuk penemuan diri dan peningkatan kesadaran yang akan membantu mereka untuk mencapai potensi yang penuh sebagai manusia.

1.3 FUNGSI PSIKOTERAPI

1. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar, yaitu tujuan ini biasanya dilakukan melalui terapi yang sifatnya direktif (memimpin) dan suportif (memberikan dukungan dan semangat). Persuasi (ajakan) dengan cara diberi nasehat sederhana sampai pada hypnosis (keadaan seperti tidur karena sugesti) digunakan untuk menolong orang bertindak dengan cara yang tepat.

2. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang mendalam.

3. Fokus disini adalah adanya katarsis (penyucian diri yang membawa pembaruan rohani dan pelepasan dari ketegangan).

4. Membantu klien mengembangkan potensinya, yaitu klien diharapkan dapat mngembangkan potensinya. Ia akan mampu melepaskan diri dari fiksasi (perasaan terikat atau terpusat pada sesuatu secara berlebihan) yang dialaminya. Klien akan menemukan bahwa dirinya mampu untuk berkembang ke arah yang lebih positif.

5. Mengubah kebiasaan, yaitu tugas terapis adalah menyiapkan situasi belajar baru yang dapat digunakan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif.

6. Mengubah struktur kognitif individu, yaitu menggambarkan tentang dirinya sendiri maupun dunia sekitarnya. Masalah muncul biasanya terjadi kesenjangan antara struktur kognitif individu dengan kenyataan yang dihadapinya. Jadi, struktur kognisi (kegiatan atau proses untuk memperoleh pengetahuan) perlu diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

7. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat.

8. Meningkatkan pengetahuan diri atau insight (pencerahan).

9. Meningkatkan hubungan antar pribadi.

10. Terapi kelompok merupakan dapat memberikan kesempatan bagi individu untuk meningkatkan hubungan antar pribadi ini.

11. Mengubah lingkungan social individu. Terutama terapi yang diperuntukan untuk anak-anak.

12. Mengubah proses somatic (fisik) supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran tubuh.

13. Latihan fisik dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran individu. Seperti : Relaksasi untuk mengurangi kecemasan, yoga, senam, menari dll.

14. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, control, dan kreativitas diri.

1.4 TUJUAN PSIKOTERAPI

Menurut Huffman, et al,. (1997) ada lima tujuan psikoterapi, yaitu :

1. Pikiran-pikiran kalut. Individu-individu yang mengalami kesulitan secara khas menderita konfusi, pola-pola pikirian yang destruktif, atau tidak memahami masalah-masalah mereka sendiri. Para terapis berusaha mengubah pikiran-pikiran ini dan memberikan ide-ide atau informasi baru, dan membimbing individu-individu tersebut untuk menemukan pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah mereka sendiri.

2. Emosi-emosi yang kalut. Orang-orang yang mencari terapi pada umumnya mengalami emosi yang sangat tidak menyenangkan. Dengan mendorong pasien untuk mengungkapkan secara bebas perasaan-perasaan dan memberikan suatu lingkungan yang menunjang, para terapis membantu mereka menggantikan perasaan-perasaan tersebut, seperti perasaan putus asa dan perasaan tidak mampu dengan perasaan-perasaan yang mengandung harapan dan percaya akan diri sendiri.

3. Tingkah laku-tingkah laku yang kalut. Individu-individu yang mengalami kesulitan biasanya memperlihatkan tingkah laku-tingkah laku yang mengandung masalah. Para terapis membantu pasien-pasien mereka menghilangkan tingkah laku-tingkah laku yang menggangu itu dan membimbing mereka kepada kehidupan yang lebih efektif.

4. Kesulitan-kesulitan antar pribadi dan situasi kehidupan. Para terapis membantu pasien-pasien memperbaiki hubungan mereka dengan keluarga, teman-teman dan kolega-kolega seprofesi. Mereka juga membantu para pasien itu menghindari atau mengurangi sumber-sumber stres dalam kehiduapn mereka seperti tuntutan-tuntutan pekerjaan atau konflik-konflik keluarga.

5. Gangguan-gangguan biomedis. Individu-individu yang mengalami kesulitan kadang-kadang menderita gangguan-gangguan biomedis yang langsung menyebabkan atau menambah kesulitan-kesulitan psikologis. Para terapis membantu menghilangkan masalah-masalah ini pertama-tama dengan obat-obatan, dan kadang-kadang dengan terapi elektrokonvulsif dan/ atau psikobedah (psychosurgery). Meskipun kebanyakan terapis bisa bekerja dengan pasien-pasien dalam beberapa bidang ini, tetapi penekanan berbeda menurut latar belakang pendidikan terapis. Para psikoanalis, misalnya, menitikberatkan pikiran-pikiran tak sadar dan emosi; para terapis kognitif memusatkan perhatian pada pola-pola pikiran dan kepercayaan yang salah; para terapis humanistik berusaha mengubah respons-respons emosional negatif dari pasien; para behavioris (sebagaimana terkandung dalam nama itu sendiri) memusatkan perhatian pada perubahan tingkah laku maladaptif; dan para terapi yang menggunakan teknik-teknik bio medis berusaha mengubah gangguan-gangguan psikologis.

B. KONSELING

2.1 DEFINISI KONSELING

Konseling secara etimologi, berasal dari bahasa latin, yaitu consilium (dengan atau bersama), yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Dalam bahasa Anglo saxon, istilah konseling berasal dari sellan, yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. Ada berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli tentang Konseling, diantaranya :

1. Menurut Robinson (1986), konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan.

2. Menurut Pepensky & Pepensky (1974), konseling adalah interaksi yang terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien, terjadi dalam suasana yang profesiona, dilakukan dan dijaga sebagai alat memudahkan perubahan dalam tingkah laku klien.

3. Menurut Gibson (1981), konseling adalah hubungan tolong menolong yang berpusat kepada perkembangan dan pertumbuhan seseorang individu serta penyesuaian dirinya dan kehendaknya kepada penyelesaian masalah, juga kehendaknya untuk membuat keputusan terhadap masalah yang dihadapinya.

4. Menurut Shertzer & Stone (1974), konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang profesional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.

5. Menurut Wren (1955), konseling adalah suatu hubungan yang dinamik dan bertujuan antara konselor dan klien.

Menurut pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa Konseling adalah hubungan antar seorang konselor yang terlatih dengan seorang klien, bertujuan untuk membantu klien memahamai ruang hidupnya, serta mempelajari untuk membuat keputusan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan yang berasaskan informasi dan melalui penyelesaian masalah-masalah yang berbentuk emosi dan masalah pribadi.

2.2 CIRI KONSELING

Ada beberapa ciri pokok dalam konseling yaitu :

1. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan lain untuk meningkatkan kepahaman kedua belah pihak yang terlibat dalam interaksi itu.

2. Model interaksi dalam konseling, terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan klien saling berbicara.

3. Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan tearah kepada pencapaian tujuan.

4. Tujuan dari hubungan konseling terjadinya perubahan pada tingkah laku klien.

5. Konseling merupakan proses dinamis, dimana individu kklien dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan kemampuannya dalam mengatasi masalah yang sednag dihadapi.

6. Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien, atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.

2.3 FUNGSI KONSELING

1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.

5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.

6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.

7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.

9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseling.

10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseling.

2.4 TUJUAN KONSELING

Selain tujuan konseling yang tercantum dalam prinsip konseling diatas, ada beberapa ahli yang mengemukakan tujuan konseling, antara lain :

1. Menurut Willis, konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Menurutnya, dalam era global dan pembangunan saat ini, konseling bukan saja bersifat klinis-psikologis, tapi harus lebih menekankan pada pengembangan potensi individu yang terkandung didalam dirinya, baik intelektual, afektif, sosial, emosional, dan religius; menjadikannya sebagai individu yang akan berkembang dengan nuansa yang lebih bermakna, harmonis, sosial, dan bermanfaat. Dengan demikian, ada perubahan konsepsional antara pengertian konseling lama dengan konseling baru, dimana konseling bukan saja bersifat klinis, tapi juga bersifat preventif dan pengembangan individu.

2. Menurut Prof. Rosjidan, ada tiga kategori yang bisa dicatat dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan sebuah konseling. Tujuan khusus ini meliputi :
a. Merubah tingkah laku yang terganggu
b. Mempelajari tingkah laku yang terganggu,
c. Mencegah problem-problem.

3. Corey (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) mengelompokan tujuan-tujuan konseling menjadi :
a. Reorganisasi kepribadian
b. Menemukan makna dalam hidup
c. Penyembuhan ganguan emosional
d. Penyesuaian terhadap masyarakat
e. Pencapaian aktualisasi (perwujudan) diri
f. Peredaan kecemasan
g. Penghapusan perilaku maladaptif (sulit untuk menyesuaikan diri)
h. Belajar pola-pola perilaku adaptif

4. Shertzer dan stone (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) membuat pengelompokan yang lebih sederhana mengenai tujuan konseling, meliputi :
a. Perubahan perilaku
b. Kesehatan mental yang positif
c. Pemecahan masalah
d. Keefektifan pribadi
e. Pengambilan keputusan


C. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PSIKOTERAPI DAN KONSELING
3.1 PERSAMAAN PSIKOTERAPI DAN KONSELING

1. Konseling dan Psikoterapi merupakan suatu usaha profesional untuk membantu/memberikan layanan pada individu-individu mengenai permasalahan yang bersifat psikologis.

2. Konseling dan Psikoterapi bertujuan memberikan bantuan kepada klien untuk suatu perubahan tingkah (behavioral change), kesehatan mental positif (positive mental health), pemecahan masalah (problen solution), keefektifan pribadi (personal effectiveness), dan pembuatan keputusan (decision making).

3. Konseling dan psikoterapi membantu dan memberikan perubahan, perbaikan kepada klien (yaitu, eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan perubahan tindakan/perilaku) agar klien dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya.

4. Konseling dan psikoterapi merupakan bantuan yang diberikan dengan mencoba menghilangkan tingkah laku merusak-diri (self-defeating) pada klien.

5. Psikoterapi maupun konseling memberikan penekanan pentingnya perkembangan dalam pembuatan keputusan dan ketrampilan dalam pembuatan rencana oleh klien.

6. Pentingnya saling-hubungan antara klien dan psikoterapis ataupun konselor disepakati sebagai suatu bagian integral dalam proses psikoterapi maupun konseling. Jadi, inti dari konseling dan psikoterapi adalah bantuan kepada klien melalui hubungan yang bersifat positif dan membangun.

7. Konselor sering mempraktekkan apa yang oleh psikoterapis dipandang sebagai psikoterapi dan psikoterapis sering mempraktekkan apa yang oleh konselor dipandang sebagai konseling.

3.2 PERBEDAAN KONSELING DENGAN PSIKOTERAPI

      Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut psikoterapi menurut Wolberg (1954), Psikoterapi adalah suatu bentuk (perawatan atau perlakuan, treatment) terhadap masalah yang timbul yang asalnya dari faktor emosi pada mana seorang yang terlatih, dengan terencana mengadakan hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah sesuatu simtom dan mencegah agar simtom tidak muncul pada seseorang yang terganggu pola perilakunya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara lebih positif.
       Sedangkan konseling menurut Robinson (1986), konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan.
     Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.
     Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.

a. Konseling

1. Berpusat pandang masa kini dan masa yang akan datang melihat dunia klien.

2. Klien tidak dianggap sakit mental dan hubungan antara konselor dan klien itu sebagai teman yaitu mereka bersama-sama melakukan usaha untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama bagi orang yang ditangani tersebut.

3. Konselor mempunyai nilai-nilai dan sebagainya, tetapi tidak akan memaksakannya kepada individu yang dibantunya konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku, teknik-teknik yag dipakai lebih bersifat manusiawi.

4. Konseling lebih edukatif, suportif, berorientasi sadar dan berjangka pendek.

5. Konseling lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret.

b. Psikoterapi

1. Berpusat pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini individu.

2. Klien dianggap sebagai orang sakit mental dan ahli psikoterapi (terapis) tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk membantu merumuskan tujuan-tujuan.

3. Terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu kepada orang yang ditolongnya.

4. Psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tak sadar, dan berjangka panjang.

5. Psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah dan berkembang terus.

Selain itu, ada dua perbedaan antara Piskoterapi dengan Konseling, yaitu:
1. Istilah psikoterapi lebih sering digunakan untuk klien atau pasien yang mengalami masalah berat, tetapi konseling hanya membantu gangguan yang kurang serius dan biasanya dilakukan di dalam pendidikan.
2. Psikoterapi dan konseling dilakukan atas permintaan klien atau pasien, sedangkan bimbingan dapat dilakukan tanpa diminta.

Pallone (1977) dan Patterson (1973) menyimpulkan perbedaan konseling dan psikoterapi yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai berikut :

PSIKOTERAPI
KONSELING
Pasien. Klien.
Gangguan yang serius. Gangguan yang kurang serius.
Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan. Masalah ; Jabatan, Pendidikan, dsb.
Berhubungan dengan penyembuhan. Berhubungan dengan pencegahan.
Lingkungan medis. Lingkungan pendidikan dan non medis.
Berhubungan dengan ketidaksadaran. Berhubungan dengan kesadaran.
Jangka panjang. Jangka pendek.

Dari berbagai perbedaan dilihat dari berbagai aspek-aspeknya antara konseling dan psikoterapi, maka lebih jelasnya dapat disimpulkan sebagaimana tabel berikut :

PERBEDAAN
PSIKOTERAPI
KONSELING
Jenis bantuan Bantuan psikis Bantuan non material (bantuan psikologis).
Pihak yang terlibat - Para ahli kejiwaan.
- Individu yang mengalami gangguan kejiwaan (kesehatan mentalnya terganggu).
- Konselor.
- Konseli.
Tujuan Menyembuhkan atau menghilangkan gangguan kejiwaan yang diderita oleh pasien. - Pemahaman diri.
- Penerimaan diri.
- Pengelolaan diri.
- Mengoptimalkan potensi dan kemampuan konseli.
- Pemecahan masalah.
- Aktualisasi diri.
- Mengubah KES T (Kehidupan Efektif Sehari-hari Terganggu) menjadi KES (Kehidupan Efektif Sehari-hari).
Proses - Menggunakan obat penenang.
- Berkelanjutan hingga gangguan kejiwaan hilang.
- Wawancara konseling sebagai alat utama.
- Berkelanjutan.
- Normatif.
Tahapan Mengikuti tahapan dokter spesialis gangguan kejiwaan. - Membina hubungan baik (rapport).
- Explorasi masalah.
- Merumuskan tujuan.
- Merencanakan bantuan.
- Evaluasi, tindak lanjut.
Hasil (Output) Gangguan kejiwaan yang diderita oleh pasien hilang (sembuh). - Individu yang mandiri.
- Mencapai KES (Kehidupan Efektif Sehari-hari).
- Terpecahkannya suatu masalah yang dihadapi individu.

D. DAFTAR PUSTAKA

Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta : Kanisius.

Gunarsa, S.D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia

Slamet, S & Markam, S. (2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta : UI Press


0 komentar:

Posting Komentar